Selasa, 22 Desember 2009

hukum mati para koruptor

Dapatkah kita berharap adanya hukuman sepadan bagi penimbun harta tanpa tahu batas yang diistilahkan sebagai koruptor ?

Apakah kita harus senantiasa mengatas namakan HAM dalam peradilan terhadap para manusia yang tak mengenal batas keserakahan ini ?

Dan apakah kita harus mengabaikan kenyataan bahwa kita membiarkan adanya penginjak-injakan HAM atas rasa keadilan, kesempatan hidup layak dengan pencapaian pendidikan, kesehatan dan pangan sebagai faktor mendasar rakyat Indonesia karena kita berwelas asih dalam mengadili koruptor ?

Hukuman mati dapat menjadi pedang bermata dua, dapat dijadikan alat penegakan hukum yang efektif namun dapat pula dijadikan media menjatuhkan lawan yang dianggap berbahaya di keseharian.

Telah terbentuk paradigma di masyarakat bahwa diadili dan divonis merupakan bentuk tindak lanjut dari upaya penegakan hukum, tapi apakah (dalam salah satu kasus terbaru) seorang koruptor yang telah merugikan rakyat dan negara sebesar ratusan miliar dan divonis kurungan 2 tahun beserta denda Rp 30 juta rupiah merupakan contoh kisah sukses penegakan hukum ?

Apakah hukuman mati merupakan final solution and the most extreme method dalam menghadapi penyakit yang sudah mendarah daging ini ?

Sampai kapan sikap permisif kita dalam menghadapi kenyataan di luar membuat kita mengabaikan kenyataan bahwa para koruptor itu masih dapat bermimpi indah selama 2 tahun di penjara dan menikmati hasil korupsinya sesudah ia keluar ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar